Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia / Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia

Jalan M.T. Haryono Kav. 52 Pancoran, Jakarta Selatan 12770 08001000 halotki@bp2mi.go.id
Sampaikan Laporan Anda
Perhatikan Cara Menyampaikan Pengaduan Yang Baik dan Benar info-complaint
Tentang Instansi

Penempatan TKI dengan Kebijakan Pemerintah

Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi pada 1970 yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 4/1970 melalui Program Antarkerja Antardaerah (AKAD) dan Antarkerja Antarnegara (AKAN), dan sejak itu pula penempatan TKI ke luar negeri melibatkan pihak swasta (perusahaan pengerah jasa TKI atau pelaksana penempatan TKI swasta).

Program AKAN ditangani oleh pejabat kepala seksi setingkat eselon IV dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penggunaan (Bina Guna). Program/Seksi AKAN membentuk Divisi atau Satuan Tugas Timur Tengah dan Satuan Tugas Asia Pasifik. Sementara itu pelayanan penempatan TKI ke luar negeri di daerah dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Depnakertranskop untuk tingkat provinsi dan Kantor Depnakertranskop Tingkat II untuk Kabupaten. Kegiatan yang dinaungi oleh Dirjen Bina Guna ini berlangsung hingga 1986.

Selanjutnya pada 1986 terjadi penggabungan dua Direktorat Jenderal yaitu Direktorat Jenderal Bina Guna dan Direktorat Jenderal Pembinaan dan Perlindungan (Bina Lindung) menjadi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan (Binapenta). Pada 1986 ini Seksi AKAN berubah menjadi Pusat AKAN yang berada di bawah Sekretariat Jenderal Depnakertrans. Pusat AKAN dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II dan bertugas melaksanakan penempatan TKI ke luar negeri. Di daerah pada tingkat provinsi/Kanwil, kegiatan penempatan TKI dilaksanakan oleh Balai AKAN. 

Pada 1994 Pusat AKAN dibubarkan dan fungsinya diganti Direktorat Ekspor Jasa TKI (eselon II) di bawah Direktorat Jenderal Binapenta. Namun pada 1999 Direktorat Ekspor Jasa TKI diubah menjadi Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN). Dalam upaya meningkatan kualitas penempatan dan keamanan perlindungan TKI telah dibentuk pula Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) pada 16 April 1999 melalui Keppres No 29/1999 yang keanggotannya terdiri 9 instansi terkait lintas sektoral pelayanan TKI untuk meningkatkan program penempatan dan perlindungan tenaga kerja luar negeri sesuai lingkup tugas masing-masing.

Pada 2001, Direktorat Jenderal Binapenta dibubarkan dan diganti Direktorat Jenderal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) sekaligus membubarkan Direktorat PTKLN. Direktorat Jenderal PPTKLN pun membentuk struktur Direktorat Sosialisasi dan Penempatan untuk pelayanan penempatan TKI ke luar negeri. Sejak kehadiran Direktorat Jenderal PPTKLN, pelayanan penempatan TKI di tingkat provinsi/kanwil dijalankan oleh BP2TKI (Balai Pelayanan dan Penempatan TKI).

 

Lahir BNP2TKI

Pada 2004 lahir Undang-undang No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No 81/2006 tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur instansi pemerintah pusat terkait pelayanan TKI, antara lain Kemenlu, Kemenhub, Kemenakertrans, Kepolisian, Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain.

Pada 2006 pemerintah mulai melaksanakan penempatan TKI program Government to Government (G to G) atau antarpemerintah ke Korea Selatan melalui Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) di bawah Direktorat Jenderal PPTKLN Depnakertrans. Pada 2007 awal ditunjuk Moh Jumhur hidayat sebagai Kepala BNP2TKI melalui Keppres No 02/2007, yang kewenangannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Tidak lama setelah Keppres pengangkatan itu yang disusul pelantikan Moh Jumhur Hidayat selaku Kepala BNP2TKI, dikeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI No 01/2007 tentang Struktur Organisasi BNP2TKI yang meliputi unsur-unsur intansi pemerintah tingkat pusat terkait pelayanan TKI. Dasar peraturan ini adalah Instruksi Presiden (Inpres) No 6/2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan penempatan dan perlindungan TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi namun tanggung jawab tugasnya kepada presiden. Akibat kehadiran BNP2TKI pula, keberadaan Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI. Program penempatan TKI G to G ke Korea pun dilanjutkan oleh BNP2TKI, bahkan program tersebut diperluas BNP2TKI bekerjasama pemerintah Jepang untuk penempatan G to G TKI perawat pada 2008, baik untuk perawat rumahsakit maupun perawat lanjut usia.

 

BNP2TKI Bertransformasi Menjadi BP2MI

Pada 2017, keluarlah Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan disusul Peraturan Presiden Nomor 90 tahun 2019 tentang Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang menunjuk BNP2TKI bertransformasi menjadi Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebagai Badan yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia secara terpadu.

Di era baru BP2MI, arah kebijakan BP2MI memiliki tema besar pelindungan PMI yaitu Memerangi Sindikasi Pengiriman PMI Nonprosedural. Dengan Sasaran Strategis: meningkatnya pelindungan dan kesejahteraan PMI dan keluarganya, serta meningkatnya tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan Tujuan: Terwujudnya pelindungan PMI melalui penempatan PMI terampil dan profesional guna meningkatkan kesejahteraan PMI dan keluarganya sebagai aset bangsa, serta terselenggaranya peningkatan tata kelola organisasi yang efisien, efektif, dan akuntabel.

 

 

Berita

Lepas 420 PMI G to G Korsel, Deputi BP2MI Berpesan agar PMI Tangguh, Berintegritas, dan Disiplin

Jakarta, BP2MI (6/2) - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali melepasan seban...

selengkapnya..

Jakarta, BP2MI (6/2) - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali melepasan sebanyak 420 Pekerja Migran Indonesia (PMI) Program Government to Government (G to G) Korea Selatan. Para PMI tersebut akan bekerja di sektor manufaktur dan perikanan. 

Digelar di El Hotel Royale Jakarta, Senin (6/2), mewakili Kepala BP2MI, Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Amerika dan Pasifik (APIK), Lasro Simbolon, memberikan sambutan motivasi. Ia berpesan agar para PMI yang dilepas menjadi PMI yang tangguh, berintegritas, dan disiplin di negara penempatan.

"Dengan budaya yang berbeda dengan Indonesia, tradisi, kebiasaan mereka, jadilah adik-adik di sana orang Indonesia yang hebat, tangguh, kuat, berintegritas dan disiplin. Budaya Korea terkenal sedunia disiplin, kerja keras, dan jiwa kompetisi yang tinggi," ujar Lasro.

Ia meyakinkan, bahwa pilihan mereka menjadi PMI merupakan pilihan yang baik untuk memperbaiki masa depan keluarga.

"Malam ini adik-adik berangkat ke Korea meninggalkan tanah air, keluarga, istri, suami, orang tua, juga mungkin anak. Tapi percayalah, pilihan sadar adik-adik semua adalah pilihan yang baik. Anda memilih jalan yang baik, berjuang memperbaiki hari esok bagi masa depan keluarga," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Mahatmi Parwitasari Saronto, menuturkan bahwa para PMI merupakan wajah Indonesia di luar negeri.

"Jadi kalau bertemu dengan pimpinan perusahaan di sana, pasti ini orang Indonesia dan pastikan bahwa pandangan mereka positif terhadap orang Indonesia, karena dengan mereka berpandangan positif, adik-adik memberikan kesempatan kepada orang-orang Indonesia lainnya, untuk bekerja di Korea," tutur Mahatmi.

Ditempat yang sama, Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro, berpesan agar para PMI yang dilepas dapat mengingatkan rekan-rekannya untuk mengkampanyekan penempatan prosedural.

"Ingatkan buat teman-teman nanti sepulang dari Korea Selatan, menceritakan hal-hal baik sehingga tolong ingatkan, yuk kita mulai melindungi diri kita. Kita kan ingin kerja keras tapi juga bebas cemas," pungkasnya.

Pada forum tersebut, juga turut hadir perwakilan dari BPJS Kesehatan. **(Humas/MSA/TDW/MH)

Respon Aduan Overcharging, BP2MI Gelar Diskusi Interaktif Penempatan Pekerja Migran ke Hong Kong

Jakarta, BP2MI (22/6) – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggelar Diskus...

selengkapnya..

Jakarta, BP2MI (22/6) – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggelar Diskusi Interaktif Penempatan Pekerja Migran Indonesia ke Hong Kong dengan Agensi Hong Kong, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), dan Asosiasi Pemberi Kerja. 

Digelar di Aula KH. Abdurrahman Wahid BP2MI, Kamis (22/6), Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Asia dan Afrika, Agustinus Gatot Hermawan, menjelaskan Hong Kong merupakan salah satu tujuan penempatan yang banyak diminati Pekerja Migran Indonesia untuk sektor Domestik.

“Hal ini dapat terlihat dari data penempatan Pekerja Migran Indonesia ke Hong Kong di tahun 2022 sebanyak 60.064 Pekerja Migran Indonesia, dan untuk tahun 2023 sampai dengan tanggal 19 Juni 2023 sebanyak 31.527 Pekerja Migran Indonesia,” ujar Gatot.

Gatot meneruskan, dengan adanya amanat UU Nomor 18 Tahun 2017 pasal 30 ayat 1 dan 2, bahwa Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan, maka lahirlah ketentuan mengenai pembebasan biaya penempatan yang diatur dalam Peraturan BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Atas hal ini, Gatot menegaskan otoritas Hong Kong tidak menolak peraturan tersebut.

“Otoritas Hong Kong melalui Departemen Tenaga Kerja (Pengurus Rumah Tangga Asing) telah menindaklanjuti, dengan mengunggah kebijakan Pemerintah Indonesia terkait Peraturan BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang diumumkan pada laman labour.gov.hk,” imbuhnya.

Adapun sebagai pedoman pelaksanaan Peraturan BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia, ditetapkanlah Keputusan Kepala BP2MI Nomor 214 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia dalam rangka memberikan solusi pada masa Pandemi Covid. 

Dalam peraturan tersebut, lanjut Gatot, disebutkan apabila pemberi kerja tidak dapat membiayai proses penempatan Pekerja Migran Indonesia, maka dapat difasilitasi melalui Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang dibayarkan oleh pemberi kerja dengan metode reimbursement setelah Pekerja Migran Indonesia berada di negara penempatan. 

Namun Gatot menyebutkan, karena kurangnya transparansi dari P3MI terkait mekanisme pinjaman dan pembayaran cicilan, menimbulkan ketidakpahaman pekerja migran terhadap komponen biaya penempatan dan besarannya sehingga memunculkan pengaduan dugaan overcharging.

“Sampai dengan saat ini, total pengaduan dugaan pembebanan biaya berlebih atau overcharging Pekerja Migran Indonesia, sebanyak 68 orang Pekerja Migran Indonesia untuk 24 P3MI,” pungkasnya.

Oleh karena itu, Gatot berharap pertemuan ini dapat memunculkan persamaan persepsi antara Agensi Hong Kong, P3MI, dan Pemberi Kerja terkait mekanisme dan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia ke Hong Kong untuk sektor domestik. Selain itu, ia berharap Peraturan BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia dapat diimplementasikan secara optimal. **(Humas/MSA/MIF)

Pekerja Migran Indonesia Hongkong Alami Overcharging, BP2MI Tegur 24 P3MI

Jakarta, BP2MI (16/06) – Menindaklanjuti aduan dugaan pembebanan biaya berlebih (overchargi...

selengkapnya..

Jakarta, BP2MI (16/06) – Menindaklanjuti aduan dugaan pembebanan biaya berlebih (overcharging) kepada Pekerja Migran Indonesia penempatan Hongkong, Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, menggelar Konferensi Pers bersama awak media, di Command Center BP2MI, Jakarta, Jumat (16/06/2023).

“Saat ini terjadi dugaan pembebanan overcharging kepada Pekerja Migran Indonesia berdasarkan pengaduan yang diterima oleh BP2MI dari KJRI Hongkong sebanyak 5 aduan dan Union of United Domestic Workers (UUDW) sebanyak 1 aduan. Total pengaduan yaitu 68 orang Pekerja Migran Indonesia dari 24 P3MI,” ujar Benny.

Benny menjelaskan, yang dimaksud overcharging dalam kasus ini adalah para Pekerja Migran Indonesia ini dibebankan biaya penempatan untuk bekerja ke luar negeri, padahal seharusnya mereka dibebaskan dari biaya tersebut, sesuai Peraturan BP2MI nomor 9 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Para Pekerja Migran Indonesia ini dibebankan biaya penempatan variatif antara 28 juta hingga tertinggi 48 juta.

“Di tahun 2020, BP2MI menerbitkan aturan pembebasan biaya penempatan bagi Pekerja Migran Indonesia pada 10 jenis jabatan, yang dikategorikan sebagai jabatan informal dan jabatan rentan. Aturan ini sesuai amanat UU no 18/2017 pasal 30 bahwa Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan. Menurut saya, ini merupakan aturan yang progresif dan revolusioner,” jelas Benny.

Benny memaparkan, untuk itu BP2MI telah mengambil langkah dengan melakukan mediasi dan klarifikasi, yaitu dari 15 P3MI ada 17 orang Pekerja Migran Indonesia sudah selesai proses mediasi; dari 10 P3MI ada 34 orang Pekerja Migran Indonesia sedang dalam proses mediasi dan klarifikasi; serta dari 4 P3MI ada 17 orang Pekerja Migran Indonesia masih belum ditangani.

Lebih lanjut, BP2MI memberikan waktu dua minggu setelah digelarnya Konferensi Pers ini, yaitu maksimal tanggal 2 Juli 2023, bagi P3MI yang sudah selesai untuk segera menindaklanjuti hasil mediasinya sesuai dengan Berita Acara yang sudah disepakati oleh para pihak.

“Apabila setelah dua minggu ini tidak selesai dalam menindaklanjuti, maka BP2MI akan mengirimkan surat rekomendasi kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI untuk dicabut SIP3MI-nya, serta akan melaporkan kasus ini sebagai kasus pidana kepada pihak Kepolisian RI,” tegas Benny.

Benny mengatakan, BP2MI telah bersurat ke PT. BNI (Persero) untuk tidak melayani fasilitasi Krerdit Tanpa Agunan (KTA) BNI kepada P3MI yang diduga melakukan pembiayaan berlebih (overcharging) selama masih dalam proses penyelesaian kasus. Adapun ketiga P3MI dimaksud adalah PT. Dwi Tunggal Jaya Abadi, PT. Sukma Karya Sejati, dan PT. Sumber Tenaga Kerja Remaja Abadi. Saat ini, BP2MI juga sedang menyusun mekanisme dan SOP pencabutan SIP2MI, sesuai dengan kewenangan BP2MI yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 18 Tahun 2017, pasal 47 huruf a poin 2, yaitu menerbitkan dan mencabut SIP2MI.

“Kewenangan untuk mencabut ijin perusahaan atau SIP3MI ada di Kemnaker dan terkadang butuh waktu yang cukup lama, maka BP2MI akan menggunakan kewenangannya untuk mencabut ijin perekrutan atau SIP2MI,” terang Benny.

Adapun  ke-24 P3MI yang melakukan overcharging kepada Pekerja Migran Indonesia, adalah PT Sukma Karya Sejati, PT Citra Catur Utama Karya, PT Sriti Rukma Lestari, PT Vita Melati Indonesia, PT Amal Ichwan Arindo, PT Sentosa Karya Aditama, PT Sampeang Alifid Mandiri, PT Bukit Mayak Asri, PT lin Era Sejahtera, PT Bella Sukses Mandiri, PT Megah Utama Kriya Nugraha, PT Maharani Tri Utama Mandiri, PT Bumenjaya Eka Putra, PT Nahelindo Pratama, PT Mafan Samudra Jaya, PT Adhi Makmur Oenggoel Insani, PT Okdo Harapan Mulia, PT Azka Duta Semesta, PT Sumber Tenaga Kerja, PT Bhakti Persada Jaya, PT Dwi Tunggal Jaya Abadi, PT Sukses Mandiri,PT Bakti Persada Jaya, PT Putri Samawa Mandiri.** (Humas/SD)

Kisah Sukses

FOTO PIMPINAN

PENILAIAN

5.00
: 2 Laporan
: 0 Laporan
: 0 Laporan
: 0 Laporan
: 0 Laporan

DIIKUTI OLEH